Lanjut ke konten

Dibalik Fitnah Soal Jatah Menteri PKS

Juni 27, 2009

INILAH.COM, Jakarta – Kampanye hitam menjelang pemilu presiden kini semakin marak. Tak terkecuali yang dihadapi oleh PKS. Isu yang sempat menyengat berupa rencana bagi-bagi kursi kabinet serta 10 agenda kesepakatan PKS-Partai Demokrat. Situasi ini dianggap benalu dalam proses demokratisasi.

Isu soal kesepakatan jatah menteri serta 10 agenda kesepakatan politik PKS dan Partai Demokrat merebak seiring dengan keputusuan PKS berkoalisi mendukung pasanangan SBY-Boediono. Hal ini seperti aksi lanjutan atas penolakan figur Boediono yang dituding lawan politiknya sebagai penganut paham ekonomi Neoliberalisme.

Fitnah itu berawal dari pencatutan nama Ketua DPW PKS DI Yogyakarta Ahmad Sumiyanto dalam isu jatah menteri dan 10 agenda politik PKS-Demokrat yang muncul ke publik melalui di media massa lokal di Yogyakarta.

Padahal, Ketua DPW PKS tidak pernah mengatakan perihal 10 agenda politik PKS-Demokrat serta soal bagi-bagi jatah menteri. “Silakan dicek pada koran Kedaulatan Rakyat, halaman 3 edisi Sabtu 30 Mei 2009. Di koran tersebut, tertulis kalimat, ‘Apalagi pihak SBY dan Demokrat telah bersedia menandatangani kontrak politik yang berisi 10 Agenda Pembangunan yang disusun berdasarkan platform PKS itu’,” jelas Biro Pusat Informasi DPW PKS DIY Mohammad Ilyas Sunnah kepada INILAH.COM, Senin (15/6).

Soal bagi-bagi jatah kursi kabinet, juga dibantah oleh Ketua DPW PKS Yogyakarta. Apalagi soal jatah kursi yang menyebut pos tertentu seperti, menteri pendidikan, menteri kesehatan, dan menteri pertanian harus diisi oleh kader PKS. Selain itu juga 40 PPL Departemen Pertanian yang kini diisi kader PKS tidak boleh diganti.

“Saya tegaskan di sini bahwa 10 agenda yang ada di SMS/email itu benar-benar fitnah keji terhadap PKS. Otomatis, sepanjang pemberitaaan 10 agenda yang aneh-aneh dan provokatif tersebut sebagai pernyataan atau bahkan pengakuan Ketua DPW PKS DIY,” tambahnya.

Justru fakta yang benar, sambung Ilyas, perihal 10 agenda yang mendesak nasional yang tertuang dalam Kontrak Politik (Piagam Kerjasama) PKS-PD yang sudah dipublikasikan untuk umum. “Jelas, tidak ada yang lain, karena pernyataaan Ketua DPW PKS DIY, Ahmad Sumiyanto itu (sebagaimana disebutkan pada koran Kedaulatan Rakyat edisi tanggal di atas) dibuat untuk menyikapi diterbitkannya Bayanat DPP PKS tersebut,” tambahnya.

Sebenarnya soal isu bagi-bagi menteri dan kesepakatan 10 agenda politik PKS-Demokrat juga dibantah oleh kalangan Partai Demokrat. Seperti pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Achmad Mubarok yang menegaskan tidak ada soal bagi-bagi kursi dan 10 agenda poliotik PKS.

“Yang pasti pos menteri belum disepakati. SBY menegaskan karena saat ini sistem presidensiil, soal pos menteri adalah hak prerogatif presiden,” jelas Mubarok kepada INILAH.COM, awal Juni lalu.

Terkait 10 agenda pembangunan yang disusun berdasarkan platform PKS, Mubarok menegaskan, kesepakatan tertulis PKS dengan SBY-Boediono sama saja dengan partai politik peserta koalisi lainnya.

Sementara tentang agenda tuntutan tidak menghapus perda syariah, Mubarok memastikan hal tersebut tidak masuk dalam kesepakatan tertulis dalam koalisi. “Yang pasti gak ada. Mungkin secara lisan orang PKS ngomong ke SBY. Itu tidak tertulis, tidak tercatat, dan tidak diiyakan. Yang tertulis sifatnya umum,” tandas guru besar Psikologi Islam UIN Jakarta ini.

Kendati demikian, soal power sharing di koalisi SBY-Boediono tak sepenuhnya dibantah oleh petinggi PKS. Ini terungkap dalam pernyataan Presiden DPP PKS Tifatul Sembiring perihal pembagian kursi kabinet jika kelak SBY-Boediono terpilih. “Koalisi di mana pun pasti ada power sharing,” katanya usai menghadiri deklarasi PKS untuk pemenangan SBY-Boediono di Sidoarjo, awal Juni lalu.

Meski demikian, Tifatul enggan menyebut pos kementerian mana saja yang bakal diisi kader PKS, jika kelak pasangan SBY-Boediono terpilih dalam pilpres. Menurut dia, tak layak jika pembagian kursi dibicarakan ke publik secara terbuka.

Walau demikian, Tifatul Sembiring memberi sinyal, pembagian kursi kabinet dilakukan secara proporsional sesuai dengan kekuatan pendukung koalisi. “Ibaratnya kita ramai-ramai mendorong mobil, masak setelah mobil berjalan terus cukup bilang good bye,” ujarnya bertamsil. [P1]

2 Komentar leave one →
  1. arif permalink
    Juni 30, 2009 4:28 am

    sby-boediono, lanjutkan…

  2. arif lagi permalink
    Juni 30, 2009 4:30 am

    Sby tanpa JK: Lan-Ut-an

Tinggalkan komentar